Selasa, 25 Januari 2011

KECERDASAN DALAM PRESPEKTIF ISLAM

Oleh : Muh. Rouf

Islam adalah agama yang kaffah, mengatur dari setiap segi kehidupan manusia agar manusia mencapai jalan yang diridho Allah. Pada kesempatan ini akan mengupas kajian tetang kecerdasan dalam padangan Islam .Manusia telah diberikan oleh Allah yang berupa akal agar mereka menjadi cerdas dan dapat memilih jalan kebaikan,kecerdasan beragam macamnya, yang pertama adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan ini merupakan konsep yang sangat penting dibahas dan perlu diterapkan dalam sistem pendidikan Islam modern. Oleh karena itu, perumusan konsep dan strategi penerapannya mesti dilakukan dalam sistem pendidikan Islam guna menumbuhkan kecerdasan intelektual anak didik. Proses pertumbuhan kecerdasan intelektual menurut pendidikan Islam adalah ditandai dengan adanya pendidikan akhlak. Pendidikan Islam di samping berupaya membina kecerdasan intelektual, juga membina kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Pendidikan Islam membina dan meluruskan hati terlebih dahulu dari penyakit-penyakit hati dan mengisi dengan akhlak yang terpuji, seperti ikhlas, jujur, kasih sayang, tolong-menolong, bersahabat, silaturahmi dan lain-lain. Ajaran akhlak yang demikian inilah yang menjadi titik berat dalam proses pendidikan Islam.

Manusia dibekali Allah SWT intelektual yang cerdas. Di antaranya daya ingat yang tajam, sistematika dalam berpikir dan merumuskan persoalan, menyikapi persoalan secara simpel dan lain sebagainya, seperti kemampuan umat Islam menghafal Al Qur’an dan Hadits serta rumusan berpikir dalam ilmu mantiq. Keistimewaan ini karena kasih sayang Allah SWT pada orang-orang mukmin. Keimanan yang bersemayam dalam dada mukmin menghantarkan mereka memiliki kecerdasan intelektual. Rasul SAW memberikan indikator orang yang cerdas intelektualnya adalah Konsentrasi pada satu titik yang jelas, berpikir cerdas sehingga tidak mudah tertipu dan selalu dalam keadaan siap siaga. Kecerdasan intelektual juga akan memberikan jalan keluar ketika menghadapi kondisi sulit. Bentuknya dapat berupa alternatif pemecahan yang beragam dan melalui cara yang ringan dan lain sebagainya.

Abu Bakar pun pernah mengalami hal yang sama ketika menyertai perjalanan hijrah Rasulullah SAW ke Madinah. Di pertengahan perjalanan Abu Bakar berjumpa dengan peserta sayembara pembunuhan terhadap Rasulullah SAW. Abu Bakar ditanya: "Siapakah orang yang berada di depanmu itu?". Abu Bakar menjawab: "Huwal Hadi (dia petunjuk jalanku)." Petunjuk jalan yang dimaksud Abu Bakar adalah yang menunjuki jalan dari jalan kegelapan jahiliyah kepada jalan terang benderang, yaitu Islam. Sedangkan orang itu mengira orang yang di depan Abu Bakar adalah guiding perjalanan.
Pentingnya mendayagunaan akal sangat dianjurkan oleh Islam. Tidak terhitung banyaknya ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW yang mendorong manusia untuk selalu berfikir dan merenung. Redaksi al-Qur'an dan al-Hadis tentang berfikir atau mempergunakan akal cukup variatif. Ada yang dalam bentuk khabariah, insyaiyah, istifham inkary. Semuanya itu menunjukkan betapa Islam sangat concern terhadap kecerdasan intelektual manusia. Dan kecerdasan intelektual itu berarti pemahaman terhadap ilmu pengetahuan.

العلم قبل القول والعمل , لقول الله تعالى " فاعلم أنه لا إله إلا الله : فبدأ بالعلم و أن العلماء هم وراثة الأنباء , ورثوا العلم من أخذه بحظ وافر ومن سلك طريقا يطلب به علما سهل الله له طريقا إلى الجنة ( راو ه البخاري )

"Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan,sesuai dengan perkataan Allah (ketahuilah tiada Tuhan selain Allah) Ia memulainya dengan Ilmu sesungghunya ulama adalah pewaris para nabi, mereka mewarisi ilmu dengan sangat lengkap, barang siapa yang menempuh jalan (proses belajar dan mengajar) untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.".

Kebanyakan manusia menganggurkan anugerah akal yang dimilikinya. Mempunyai mata hanya untuk melihat tetapi tidak untuk memperhatikan. Mempunyai perasaan hanya untuk merasakan tetapi tidak untuk menyadari, atau mempunyai telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk mendengarkan. Kondisi ini yang tidak dianjurkan oleh Islam terhadap umatnya. Justru Islam memerintahkan manusia untuk menghargai akalnya. Salah satunya dengan menggunakan akal dalam mengimani keberadaan al-Khalik, tidak dibangun atas dasar taklid (asal mengikuti saja). Karena pentingnya aktivitas berfikir, para shahabat sampai mengaitkannya dengan keimanan. Mereka berkata : "Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir." (Ad-Durrul Mantsur, Jilid II, Hlm. 409). Hal ini mendorong kaum muslimin untuk mempelajari, memahami, dan mempraktikkan ilmu-ilmu yang mereka tuntut. Baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian sudah seharusnya kecerdasan intelektual dimiliki oleh setiap muslim.
Kecerdasan intelektual memunculkan rumusan yang aplikatif untuk mewujudkan sebuah obsesi. Karenanya peran kecerdasan intelektual sangat berarti terhadap pencapaian obsesi. Untuk mengukur kecerdasan seseorang, biasanya pihak sekolah, militer, atau tempat kerja pakai hasil karya Alfred Binet (1857-1911) yang kita kenal dengan istilah IQ alias Intelegencia Quotient (Kecerdasan Intelektual). Tingkat kecerdasan seseorang dinilai berdasarkan skor yang diperolehnya dari jawaban atas soal-soal seputar nalar dan logika untuk mengetes kemampuan intelektualnya. Akan tetapi, para ahli merasa terlalu sederhana mengukur kecerdasan hanya didasarkan pada nalar, matematika, dan logika yang diterjemahkan dalam nilai IQ. Hal inilah yang mendorong para ilmuwan Eropa merumuskan standar baru untuk menilai kecerdasan seseorang. Maka lahirlah istilah EQ dan SQ yang bersahabat erat dengan IQ.. Jelasnya, kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, maka EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya mensinergikan intelektualnya dengan perasaannya yang manusiawi. Kecerdasan Emosional boleh dibilang kembaran dengan pembinaan nafsiyah (pola sikap) yang diajarkan Rasulullah SAW. Untuk melembutkan perasaan, beliau mengajarkan kita sikap rendah hati, pemalu, atau qonaah. Agar kita nggak merasa angkuh ketika diberi kelebihan atau minder ketika kekurangan. Dalam bersosialisasi, beliau mencontohkan sikap empati, simpati, saling menolong, saling menasihati, saling mengingatkan, atau saling memaafkan dalam rangka menjalin persaudaraan. Sehingga kita tidak mudah melecehkan orang lain karena perbedaaan status ekonomi, pendidikan, atau sosial. Tingginya EQ bagi seorang muslim berarti memiliki akhlak mulia.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indra.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Lain tidak, karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat. Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik . Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu" . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.

Dan terakhir, kecerdasan spiritual (SQ) berarti kesadaran akan pengawasan Allah SWT dan malaikat Raqib-Atid. Kesadaran ini tidak hanya sebuah wacana. Melainkan sebuah kekuatan yang memotivasinya untuk beramal dan melebihi motivasi yang dilahirkan dari materi, harta, popularitas, gengsi, atau kepintaran, orang yang ber-SQ tinggi adalah bahwa orang itu berakhlak mulia. Dalam berbagai catatan sejarah kehidupan Rasulullah SAW bahwa beliau memiliki akhlak yang mulia, seperti shiddiq (selalu berkata benar), amanah (selalu memelihara dan melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya secara benar), tabligh (selalu menyampaikan ajaran Tuhan kepada umatnya tanpa ada yang disimpan dan disembunyikan sedikitpun), dan fathanah (selalu memiliki kepekaan dan kecerdasan dalam memecahkan masalah yang ada di sekitarnya). Kenyataan Rasulullah SAW sebagai orang yang berakhlak mulia itu diakui oleh Allah sendiri dalam Firman-Nya :


وَ إنك لعلى خلق عظيم 

"Dan Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung (mulia)." (Q.S. al-Qalam, 68:4).

Keharusan memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, sangat dianjurkan oleh lslam. Hati yang bersih dan tidak tercemar lah yang dapat memancarkan IQ dan EQ dengan baik. Di antara hal yang merusak hati dan memperlemah daya kerjanya adalah dosa. Oleh karena itu ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW banyak bicara tentang kesucian hati. Sekedar untuk menunjuk contoh dapat dikemukakan ayat-ayat dan hadis berikut :Firman-Nya dalam al-A'raf 179 menyatakan bahwa orang yang hatinya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya disebabkan kotor disamakan dengan binatang, malahan lebih hina lagi. "Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai."

Hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, bila ia baik baiklah seluruh tubuh , dan bila ia rusak , rusak pulalah seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah hati.
Hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa bila manusia berbuat dosa tumbuhlah bintik-bintik hitam di hatinya. Bila dosanya bertambah, maka bertambah pulalah bintik-bintik hitam tersebut, yang kadang kala sampai menutup seluruh hatinya.

Mengacu kepada ayat dan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa EQ berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan . Apabila petunjuk agama dijadikan panduan kehidupan, maka akan berdampak positif terhadap kecerdasan emosional . Begitu pula sebaliknya. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah- langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas hanif dan ikhlas. SQ adalah suara hati Ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar